Powered By Blogger

Rizky Arif

Selasa, 25 Mei 2010

BERFIKIRLAH


Allah menciptakan manusia itu dari sesuatu yang hina, “NUTHFAH” yang bermakna air mani. Tapi allah sungguh adil, malaikat diciptakan dari cahaya dengan ketaatan yang luarbiasa terhadap allah, dan manusia pun akan di beri kesempatan dari keadaan hina itu kepada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu dengan ilmu.
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan ember kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Disana sudah jelas, orang yang beriman dan berilmu akan ditinggikan oleh Allah. Selain itu, kalimat “IQRA”, yang bermakna “Bacalah”, itu menyuruh kita agar membaca, belajar, menuntut ilmu. Itulah yang menjadikan manusia mulia. Jadi manusia berpotensi merubah keadaannya, dari hina menjadi mulia dengan ilmu itu. Nabi Adam as, manusia pertama yang di ciptakan oleh allah di hormati oleh makhluk yang paling mulia yaitu malaikat tiada lain selain karena perintah Allah, juga karena ilmu yang ia miliki yang tidak di berikan allah kepada malaikat.
Itulah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Akan tetapi, terkadang manusia itu memandang dirinya terlalu berlebihan, sehingga ia lupa asal usul kejadiannya, maka jadilah ia sombong, melampoi batas kemanusiaannya. Adapun contoh orang-orang yang bangga dengan kelebihannya dan ia memangdang dirinya terlalu berlebihan, Firaun, Tsamud, kaum ‘Ad, dll. Sebagaimana tertera dalam Al-Quran (surat Al Fajr : 6-14). Ia menganggap kelebihan yang dimilikinya adalah anugrah dari tuhannya yang boleh ia gunakan sesuka hati. Maka Allah menurunkan azab bagi mereka. Yang demikian Seperti dalam ayat selanjutnya (Qs, Al fajr : 15-16), bahwa :
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
“Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.


Yang inti dari ayat tersebut bahwa, orang menganggap bahwa anugrah yang diberikan oleh allah adalah miliknya, padahal itu adalah ujian. Dan juga orang yang di beri ujian dengan kekurangan , ia anggap tuhan telah menghinakannya. Sungguh orang yang demikian itu adalah orang yang tak berfikir, ia tak menggunakan akalnya untuk hal yang demikian, maka kembali ia menjadi asal usulnya, yaitu hina. Sesungguhnya kehinaan bukanlah tuhan penyebabnya, itu kerena kesalahan dirinya sendiri yang intinya karena tidak “Amar Makruf, Nahy Munkar”. Sebagaimana di cantumkan dalam ayat selanjutnya ( Qs. Al fajr : 17-20), di sebabkan ia hina karena ia tidak memuliakan anak yatim, tidak member makan orang miskin, mencampur adukkan yang halal dan yang bathil, dan terlalu mencintai harta yang berlebihan. Dari situ, mari kita ambil kalimat “terlalu mencintai harta yang berlebihan”.

Rasulullah saw. Bersabda: janganlah terlalu mencintai sesuatu, mungkin suatu saat ia akan menjadi musuh mu. Dan janganlah engkau membenci sesuatu, mungkin suatu saat ia akan jadi sohib mu”.
Musuh disana bias kita ambil arti menyusahkan. Kita kenal kisah Tsa’labah dan biri-birinya, dan juga Nabi Sulaiman dengan kuda kesayangannya. Ketika Allah memberikan kuda itu untuk sulaiman, ia lupa kapan waktu berdzikirkepada Allah karena ia terus bersama kuda kesayangannya. Lalu allah menegur sulaiman, dan Sulaiman pun meninfaqqan kuda kesayangnnya itu karena ia takut akan lupa berdzikir kepada Allah.

Dari kisah di atas kita bias ambil hikmah, bahwa, tidak selamanya yang kita harapkan itu bias menjadikan diri kita tentram, senang, dll. Dan juga mencintai harta yang berlebihan itu bias menjadi factor berkurantgnya iman kita kepada Allah. Dan kita tidak boleh menjadikan sesuatu pun sebagai saingan Allah, dengan telatnya waktu dzikir yang telah di tentukan dll, jika demikian disebabkan oleh sesuatu yang kita cintai, maka kita telah “Musyrik”. Dan telah di jelaskan sebelumnya, yaitu ia termasuk orang yang hina. Selain ia tidak berfikir, ia juga terlalu mencintai sesuatu selain Allah dengan berlebihan.

Kalu kita ingin di hormati sebagai manusia yang selayaknya, maka kita harus Berfikir, “kalau memang sesuatu ini yang menjadikan iman kita menurun, dan mengganggu terhadap ritual ibadah kepada Allah, apa salahnya kita buang jauh-jauh sesuatu itu”.
Sebagaimana Sulaiman yang melakukan hal serupa, yaitu dengan menginfaqqan sesuatu yang di cintainya karena tidak ingin ada yang mengganggu ibadahnya terhadap Allah swt.

Marilah kita kembalikan pada fungsinya masing-masin, kelebihan kita jangan sampai menyerang kita untuk sombong, tetapi kelebihan itu harus kita jadikan tameng di kehidupan kita. Sungguh harta dan ilmu itu sama-sama penting, kita ingin harta, pasti butuh ilmu. Kita butuh ilmu, pasti butuh pengorbanan (termasuk harta). Tapi apa yang harus kita lakukan setelah kita capai semuanya…??? Itulah yang menjadi pertanyyan yang harus kita jawab. Sungguh harta itu adalah sesuatu yang memberatkan kita, tetapi ilmu yang meringankan kita. Sungguh harta adalah yang harus kita jaga, tapi ilmu-lah yang menjaga kita. Sungguh harta itu bila di berikan akan berkurang, tetapi ilmu tidak, justru bertambah.


Rizki arif S.
Rajapolah, `17 mei 2010