Powered By Blogger

Rizky Arif

Kamis, 04 November 2010

Fase-fase Kehidupan

Jika orang bercerita tentang sesuatu yang indah, maka kita ingin melihatnya, tetapi setelah dilihat, tidak ada hasrat untuk melihatnya lagi karena bosan, tetapi berbeda dengan berita yang tercantum dalam Al-Qur’an tentang Surga, Apakah Surga itu? Seandainya kita membayangkan keadaan surga menurut akal kita, niscaya kita tak akan mau keluar dari dalamnya dan kita ingin terus tinggal di dalam surga itu. Padahal kita hanya membayangkan dengan akal, dan surga itu sungguh tak dapat dilihat mata dan belum pernah tergoreskan dalam hati manusia. Mari kita perhatikan keindahan surga dalam ayat-ayat Al-Qur'an berikut:
Q.S. Al-Ghasyiyah, ayat 8-16:

Artinya: “Banyak muka pada hari itu berseri-seri. merasa senang karena usahanya. dalam surga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya), dan bantal-bantal sandaran yang tersusun dan permadani-permadani yang terhampar”.

Q.S. Insan, ayat 5-6:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya”.

Betapa tidak, dengan ayat-ayat yang dipaparkan di atas saja kita sudah merasa menginginkan surga tersebut, belum lagi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang belum kita baca.
Sungguh agung yang menciptakan surga tersebut. Bagaimana tidak, tiada siapapun yang bisa demikian selain daripada-Nya, Dialah Allah Swt, Tuhan pencipta alam semesta. Tidak hanya surga rupanya yang Allah ciptakan, Ia juga menciptakan tempat yang paling buruk dan jauh dari keindahan, yang semua orang akan merasa tersiksa sebelum ia merasakannya, yaitu Neraka. Perhatikan ayat-ayat berikut:
Q.S. Al-Hajj, ayat 12:
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya".

Q.S. Al-Hajj, ayat 19-22:
Artinya: "Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): "Rasakanlah azab yang membakar ini".

Sudah cukup kita memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut untuk merasa takut dan berharap dijauhkan dari tempat itu. Betapa perihnya siksaan yang diperlihatkan dalam ayat-ayat di atas. Sungguh berbeda jauh dengan surga yang digambarkan sebelumnya. Tidak ingin pastinya kita berada di dalam neraka, dan sungguh kita menginginkan berada di dalam Surga.
Akan tetapi kita tidak akan bisa melihat surga ataupun neraka, karena kedua tempat itu berada di alam ghaib yang tak bisa diindera oleh tubuh kita. Tempat itu bisa kita lihat dan kita rasakan di hari akhir nanti, di mana alam semesta ini akan hancur atau disebut dengan Kiamat. Atau bisa kita rasakan setelah melewati fase-fase kehidupan, yaitu Mati I-Hidup I- Mati II-Hidup II. Itulah fase yang akan kita alami di kehidupan ini. sebelum kita diberi nyawa oleh Allah, maka ketika itu kita disebut mati, lalu ketika kita diberi nyawa, itulah ketika kita hidup, dan kita akan mati sebagaimana yang kita lihat saudara-saudara kita yang mendahului kita, lalu kita akan dihidupkan kembali ketika hari Kiamat. Perhatikan ayat-ayat berikut:
Q.S. Al-Baqarah, ayat 28:

Artinya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”

Ketika Hidup I-lah Allah memberikan kita kesempatan untuk memilih, apakah akan terus suci atau merubahnya dan memilih tempat manakah yang akan kita singgahi di fase Hidup II nanti, hal itu di karenakan amalan yang dikerjakan di dunia, yaitu dengan berbuat amalan-amalan tertentu yang memasukkan kita ke surga atau neraka tersebut. Perhatikan terjemah ayat-ayat berikut:
Q.S. Al-Kahfi,

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Q.S. Ibrahim, ayat 18:
Artinya: “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”

Dan ketika kita menuju fase yang ketiga, yaitu Mati II, kita sudah terputus dari hak pilih kita, kita tinggal menunggu hari kehancuran, kita sudah menyimpan catatan amal dimasa kita berada dalam fase Hidup I dan disimpan dengan rapi dan tidak bisa kita merubahnya yang dicatat oleh malaikat. Catatan itulah yang disebut dengan tiket penentu surga atau neraka. Perhatikan terjemah ayat-ayat berikut:
Q.S. Al-An’am, ayat 61:
Artinya: “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya”

Setelah datang hari kiamat, maka kita akan merasakan fase yang ketiga yaitu hidup II. Disinilah kita akan hidup kembali dan merasakan apa yang kita pilih ketika kita berada di fase Hidup I. Perhatikan terjemah ayat-ayat berikut:

Q.S. Al-Jasiyat, ayat 27:
Artinya: “Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan”

Empat fase itulah yang akan kita rasakan. di fase yang kedua adalah fase yang paling menentukan, karena hak pilih kita hanya saat itu saja, karena syetan terus mengganggu ketika fase ini. kita akan masuk salah satu diantara dua tempat yang keadaannya berbeda sangat jauh, yaitu surga dan neraka. Dan kita akan kekal berada di alam sana.
Tentunya di setiap fase kita akan terus berharap supaya tempat yang buruk itu tidak ditempatkan oleh kita, tetapi sebaliknya surga-lah yang kita tempati. Yang menjadi pertanyaan besar adalah Bagaimana cara kita menempatinya, melihat dan merasakan kenikmatan surga itu?

Tidak semata-mata kita membayangkan surga itu dan nanti kita akan masuk ke dalamnya. Ternyata pemilik surga ini tidak semata-mata memberikan surga ini kepada manusia. Ia menjadikan Surga itu sebagai hadiah untuk orang-orang terpilih. Siapakah mereka dan mengapa Allah memilih mereka?
Maka dari itu, permasalahan tersebut memberikan inspirasi kepada penulis untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang mengangkat permasalahan di atas dengan memberi judul ”JALAN MENUJU SURGA”.

Untuk pertanyaan, silahkan ADD saya d facebook. klik di bawah ini
Facebook Riez Q

Selasa, 25 Mei 2010

BERFIKIRLAH


Allah menciptakan manusia itu dari sesuatu yang hina, “NUTHFAH” yang bermakna air mani. Tapi allah sungguh adil, malaikat diciptakan dari cahaya dengan ketaatan yang luarbiasa terhadap allah, dan manusia pun akan di beri kesempatan dari keadaan hina itu kepada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu dengan ilmu.
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan ember kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Disana sudah jelas, orang yang beriman dan berilmu akan ditinggikan oleh Allah. Selain itu, kalimat “IQRA”, yang bermakna “Bacalah”, itu menyuruh kita agar membaca, belajar, menuntut ilmu. Itulah yang menjadikan manusia mulia. Jadi manusia berpotensi merubah keadaannya, dari hina menjadi mulia dengan ilmu itu. Nabi Adam as, manusia pertama yang di ciptakan oleh allah di hormati oleh makhluk yang paling mulia yaitu malaikat tiada lain selain karena perintah Allah, juga karena ilmu yang ia miliki yang tidak di berikan allah kepada malaikat.
Itulah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Akan tetapi, terkadang manusia itu memandang dirinya terlalu berlebihan, sehingga ia lupa asal usul kejadiannya, maka jadilah ia sombong, melampoi batas kemanusiaannya. Adapun contoh orang-orang yang bangga dengan kelebihannya dan ia memangdang dirinya terlalu berlebihan, Firaun, Tsamud, kaum ‘Ad, dll. Sebagaimana tertera dalam Al-Quran (surat Al Fajr : 6-14). Ia menganggap kelebihan yang dimilikinya adalah anugrah dari tuhannya yang boleh ia gunakan sesuka hati. Maka Allah menurunkan azab bagi mereka. Yang demikian Seperti dalam ayat selanjutnya (Qs, Al fajr : 15-16), bahwa :
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
“Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.


Yang inti dari ayat tersebut bahwa, orang menganggap bahwa anugrah yang diberikan oleh allah adalah miliknya, padahal itu adalah ujian. Dan juga orang yang di beri ujian dengan kekurangan , ia anggap tuhan telah menghinakannya. Sungguh orang yang demikian itu adalah orang yang tak berfikir, ia tak menggunakan akalnya untuk hal yang demikian, maka kembali ia menjadi asal usulnya, yaitu hina. Sesungguhnya kehinaan bukanlah tuhan penyebabnya, itu kerena kesalahan dirinya sendiri yang intinya karena tidak “Amar Makruf, Nahy Munkar”. Sebagaimana di cantumkan dalam ayat selanjutnya ( Qs. Al fajr : 17-20), di sebabkan ia hina karena ia tidak memuliakan anak yatim, tidak member makan orang miskin, mencampur adukkan yang halal dan yang bathil, dan terlalu mencintai harta yang berlebihan. Dari situ, mari kita ambil kalimat “terlalu mencintai harta yang berlebihan”.

Rasulullah saw. Bersabda: janganlah terlalu mencintai sesuatu, mungkin suatu saat ia akan menjadi musuh mu. Dan janganlah engkau membenci sesuatu, mungkin suatu saat ia akan jadi sohib mu”.
Musuh disana bias kita ambil arti menyusahkan. Kita kenal kisah Tsa’labah dan biri-birinya, dan juga Nabi Sulaiman dengan kuda kesayangannya. Ketika Allah memberikan kuda itu untuk sulaiman, ia lupa kapan waktu berdzikirkepada Allah karena ia terus bersama kuda kesayangannya. Lalu allah menegur sulaiman, dan Sulaiman pun meninfaqqan kuda kesayangnnya itu karena ia takut akan lupa berdzikir kepada Allah.

Dari kisah di atas kita bias ambil hikmah, bahwa, tidak selamanya yang kita harapkan itu bias menjadikan diri kita tentram, senang, dll. Dan juga mencintai harta yang berlebihan itu bias menjadi factor berkurantgnya iman kita kepada Allah. Dan kita tidak boleh menjadikan sesuatu pun sebagai saingan Allah, dengan telatnya waktu dzikir yang telah di tentukan dll, jika demikian disebabkan oleh sesuatu yang kita cintai, maka kita telah “Musyrik”. Dan telah di jelaskan sebelumnya, yaitu ia termasuk orang yang hina. Selain ia tidak berfikir, ia juga terlalu mencintai sesuatu selain Allah dengan berlebihan.

Kalu kita ingin di hormati sebagai manusia yang selayaknya, maka kita harus Berfikir, “kalau memang sesuatu ini yang menjadikan iman kita menurun, dan mengganggu terhadap ritual ibadah kepada Allah, apa salahnya kita buang jauh-jauh sesuatu itu”.
Sebagaimana Sulaiman yang melakukan hal serupa, yaitu dengan menginfaqqan sesuatu yang di cintainya karena tidak ingin ada yang mengganggu ibadahnya terhadap Allah swt.

Marilah kita kembalikan pada fungsinya masing-masin, kelebihan kita jangan sampai menyerang kita untuk sombong, tetapi kelebihan itu harus kita jadikan tameng di kehidupan kita. Sungguh harta dan ilmu itu sama-sama penting, kita ingin harta, pasti butuh ilmu. Kita butuh ilmu, pasti butuh pengorbanan (termasuk harta). Tapi apa yang harus kita lakukan setelah kita capai semuanya…??? Itulah yang menjadi pertanyyan yang harus kita jawab. Sungguh harta itu adalah sesuatu yang memberatkan kita, tetapi ilmu yang meringankan kita. Sungguh harta adalah yang harus kita jaga, tapi ilmu-lah yang menjaga kita. Sungguh harta itu bila di berikan akan berkurang, tetapi ilmu tidak, justru bertambah.


Rizki arif S.
Rajapolah, `17 mei 2010

Senin, 12 April 2010

Sejarah Nasyid

Seni Islam nasyid sudah sejak pertengahan tahun 80-an masuk ke Indonesia. Meskipun masa itu merupakan hiburan yang baru dan hanya berkembang di sekolah tinggi dan universitas, namun nasyid menjadi ikon bagi para intelektual dan perlahan berkembang ke luar kampus.


Musik Kolak
Bukan hal baru lagi kalau nasyid mendapat julukan musik ‘kolakan’, musik ramadhan, karena memang munculnya nasyid sampai saat ini identik dengan bulan puasa. Sedangkan bulan-bulan lain nasyid sangat jarang terdengar. Menjelang ramadhan barulah khalayak bisa menyaksikan festival nasyid, lomba nasyid, parade nasyid dan kegiatan yang sejenisnya, padahal di bulan-bulan lain hampir tidak ada acara semacam ini. Biasanya segenap gegap gempita nasyid akan hilang begitu memasuki bulan syawal. Nasyid sampai saat ini baru berhasil menunjukkan eksistensinya ‘hanya’ di bulan ramadhan atau paling maksimal pada hari besar keagamaan islam saja. Di satu sisi ini memang menguntungkan karena mudah mengidentikkan mana yang jenis musiknya nasyid mana yang bukan. Namun demikian banyak hal-hal kurang menguntungkan yang terpaksa harus dialami oleh tim nasyid: sebutan musik kolak, identik dengan hanya pantas untuk segmen khusus, musik pinggiran dan lain sebagainya.

Eksistensi tim nasyid juga mendapatkan tantangan yang berat justru dari dalam tim nasyid sendiri. Masalah pemahaman tim-tim nasyid yang tidak sama, tidak memiliki visi yang jelas, jargon ‘nasyid buat dakwah’ yang baru berupa retorika sampai kepada persoalan bagaimana sebuah tim nasyid menghadapi ‘fans’ yang terus mengidolakan sehingga sering membuat mereka lupa daratan, lupa tujuan bernasyidnya.

Sementara di sisi lain, ada kenyataan dimana pemusik umum diluar nasyid juga melantunkan syair-syair islam, khususnya di bulan ramadhan, sehingga membuat komunitas nasyid kepincut dan memindahkan perhatiannya kepada grup yang melantunkan syair islam tersebut. Semakin banyaknya grup-grup band yang memanfaatkan ramadhan sebagai ajang mendapatkan keuntungan besar dengan berpindah dari kebiasaan berjingkrak di panggung ke penampilan yang sopan dan syair-syair yang menawan. Pengaruh ini ditambah lagi dengan ‘kurang pede’nya komunitas nasyid untuk menampilkan jati dirinya. Para fans nasyid cenderung pasif dan tidak memberikan dukungan yang lebih kongkrit bagi tim-tim nasyid yang dengan susah payah ingin keluar dari lingkungan indie (under ground) menuju major. Komunitas penikmat nasyid menjadi komunitas yang tidak berdaya untuk mengangkat citra tim-tim nasyid ke permukaan sehingga lebih dikenal masyarakat luas

Faktor Penghambat
Mengamati perkembangan saat ini, khususnya di Indonesia, nasyid sebenarnya mengalami peningkatan animo yang cukup bagus. Di tingkat bawah, sekolah-sekolah menengah bahkan sekolah dasar nasyid tetap masih sangat diminati. Sekolah Islam terpadu bahkan sekolah dasar umum rata-rata paling tidak memiliki satu grup nasyid, apalagi di kota-kota besar, gejala ini sangat kentara. Ada lebih kurang 1500 tim nasyid di seluruh Indonesia. Namun demikian sangat sedikit sekali yang berhasil menjejakkan kakinya di tingkat nasional, padahal di Indonesia ragam nasyid cukup variatif mulai dari jenis perjuangan, fashion, langgam sampai puji-pujian tidak seperti negeri jiran malaysia dan singapura yang hanya memiliki satu jenis nasyid yaitu langgam melayu. Ada beberapa faktor mengapa nasyid masih berjalan di bawah bayang-bayang, tidak muncul ke permukaan:
Pertama, kemampuan bernasyid dari tim-tim nasyid yang masih sangat rendah. Tim nasyid lebih dibekali oleh semangat belaka tanpa latar belakang pemahaman bermusik yang memadai. Akibatnya hanya sedikit sekali tim nasyid yang laik tampil dan laik tayang. Sisanya terpaksa harus hanya manggung dari RW ke RW.
Kedua, banyak tim nasyid yang tidak memahami definisi nasyid sehingga mereka hanya ikut-ikutan, tidak memiliki konsep yang jelas bagaimana karakter nasyid dan mau diapakan konsep tadi. Nasyid bukan sekedar seni islam, tapi ia adalah senandung yang menggerakkan orang yang melantunkannya dan orang yang mendengarnya. Nasyid bukan hanya sekedar bagaimana membawakannya namun lebih dari itu ia adalah bagaimana mengamalkan apa yang ada di dalam setiap bait syair yang dibawakan. Nasyid sejatinya adalah mengajak orang untuk berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan, seperti halnya seorang da’i yang berceramah, ceramah itu akan jauh lebih bermakna apabila sang da’i adalah orang pertama yang menjalankan setiap perkataan yang disampaikannya dan mencontohkan semua teladan yang diucapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari titik ini maka memaknai nasyid semestinya harus sejalan dengan memaknai islam. Seorang munsyid (pelantun nasyid) semestinya adalah da’i dalam bentuk yang berbeda, apalagi sebuah tim nasyid, mereka adalah para da’i yang berkolaborasi untuk mengajak pemirsanya mengenal islam lebih baik lagi.
Ketiga, pemahaman yang kurang memadai dari kebanyakan tim nasyid dalam menampilkan nasyid itu di tengah-tengah masyarakat. Hal ini menyebabkan nasyid tidak tepat sasaran. Sebagai seni islam, nasyid bukan hanya layak dibawakan dalam suasana, kondisi dan situasi yang umum saja, bahkan nasyid sebenarnya adalah senandung yang berlaku di semua kesempatan umum dan khusus, yang ketika menampilkannya harus mengacu kepada etika islam dalam pergaulan, etika islam dalam berpakaian dan etika islam dalam berekspresi. Karena itu tidak mungkin sebuah tim nasyid membawakan nasyidnya dalam perhelatan yang dalamnya mencampuradukkan yang haq dan yang batil, audience yang sedang mabuk, bercampur antara pria dan wanita atau bahkan dalam pakaian dan ekspresi yang tidak islami.
Keempat, Manajemen tim nasyid yang memang belum memadai untuk membawa timnya ke tengah masyarakat, terutama industri media dan rekaman sehingga kebanyakan tim nasyid baru berhasil menampilkan identitasnya di lingkungan yang jauh dari industri media dan rekaman.
Kelima, komunitas nasyid cenderung tidak ekspresif dan asertif. Komunitas nasyid sering merasa cukup puas apabila tim nasyid kesukaannya bisa tampil di panggung. Mereka kurang mencoba untuk mendorong tim-tim nasyid masuk kedalam acara-acara di stasiun teve, baik lewat surat yang dilayangkan ke stasiun teve tertentu, atau memberi informasi kepada manajemen tim nasyid agar mereka bisa mendapatkan akses menembus stasiun teve nasional. Belajar dari komunitas dangdut misalnya, mereka berhasil menggabungkan seluruh elemen dalam industri musik dangdut: penyanyinya, manajemennya, fans, produser, distributor, event organizer, bahkan masyarakat penggemar dangdut untuk saling bahu membahu meningkatkan citra musik ini, sehingga sampai hari ini dangdut bisa diterima di tengah-tengah masyarakat, eksis berkiprah dan didukung oleh jutaan pemirsa stasiun teve dan media lainnya dari semua level strata ekonomi.

Akhirnya
Komunitas nasyid di Indonesia perlu belajar dari malaysia, yang sampai hari ini telah berhasil mengangkat martabat nasyid sehingga menjadi genre musik sendiri, mendapatkan penghargaan yang sama dengan musik umum dan memberikan pengaruh yang besar dalam industri musik malaysia. Untuk itu dibutuhkan perhatian yang cukup besar dari komunitas nasyid baik tim nasyid, fans nasyid, penggiat nasyid dan komponen nasyid lainnya agar nasyid bisa muncul ke permukaan, bisa diterima lebih luas lagi dan bukan hanya menjadi musik bulan puasa. Perlu sebuah gerakan bernasyid bersama masyarakat luas sehingga nasyid menjadi suguhan setiap hari, setiap saat. Beragam festival, lomba dan parade nasyid harus sering dilakukan agar tim-tim nasyid mendapatkan pengalaman naik panggung disamping juga sebagai sarana sosialisasi nasyid. Perlu pelatihan terpadu bagi tim-tim nasyid pemula agar segera meningkat kemampuannya Dan pada akhirnya perlu dilakukan penyeragaman pemahaman akan hakekat bernasyid sehingga akan tumbuh sebuah generasi nasyid yang dilengkapi dengan pemahaman yang benar tentang nasyid dan berkemampuan baik untuk ditampilkan di tengah masyarakat.


Alamsyah Agus
Ketua Umum Asosiasi Nasyid Nusantara

Kamis, 18 Februari 2010

BiLaL Bin RabBah

( Sahabat, wafat pada tahun 20 H, dalam usia 60 tahun ) Mu`adzin pertama yang selalu suci

Sebagai keturunan Afrika mewarisi warna kulit hitam, rambut keriting, dan postur tubuh yang tinggi. Khas orang Habasyah ( Ethiopia sekarang ). Bilal pada mulanya adalah budak milik Umayyah bin Kholaf, salah seorang bangsawan Makkah. Karena keislamannya diketahui tuanny, Bilal disiksa dengan amat keras, hinggga mengundang reaksi dari Abu Bakar yang kemudian membebaskannya dengan sejumlah tebusan. Karena tebusan ini, Bilal mendapat sebutan Maula Abu Bakar , atau orang yang dibeli untuk bebas oleh Abu Bakar, bukan untuk dijadikan budak kembali.

Muhammad bin Ibrahim at-Taimy meriwayatkan , suatu ketika Rasulullah wafat dan belum dikubur, Bilal mengumandangkan adzan. Saat Bilal menyeru : Asyhadu anna Muhammmadarrasulullah…., orang-orang yang ada dimasjid menangis. Tatkala Rasulullah telah dikubur, Abu Bakar berkata "Adzanlah wahai Bilal". Bilal menjawab, "Kalau engkau dahulu memebebaskanku demi kepentingannmu, aku akan laksanakan, Tapi jika demi Allah, maka biarkan aku memilih kemauanku." Abu Bakar berkata "Aku membebaskanmu hanya demi Allah'. Bilal berkata," Sungguh aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepenimggal Rasulullah ". Kata Abu Bakar, "Kalau begitu terserah kau".

Zurr bin Hubaisy berkisah, Yang pertama menampakkan keislaman adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar, Ammar dan ibunya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah dilindungi pamannya, Abu Bakar dibela sukunya, Adapun yang lain orang-orang musyrik menyiksa mereka dengan memakai baju besi dibawah terik matahari. Dari semua itu yang paling terhinakan adalah Bilal karena paling lemah posisinya ditengah masyarakat.
Orang-orang musyrik menyerahkannya kepada anak-anak untuk diarak ramai-ramai dijalan-jalan Makkah. Ia tetap tegar dengan selalu menyatakan , Ahad…Ahad… Bilal mendapat pendidikan zuhud langsung dari Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah dtang kepada Bilal yang disisinya ada seonggok kurma. Rasulullah : "Untuk apa ini, Bilal ?" Bilal, "Ya, Rasulullah aku mengumpulkannya sedikit demi sedikit untukmu dan untuk tamu-tamu yang datang kepadamu." Rasulullah, "Apakah kamu tak mengira itu mengandung asap neraka ?" Infakkanlah, jangan takut tidak mendapat jatah dari Pemilik Arsy."

Buraidah mengisahkan, suatu pagi Rasulullah memanggil Bilal, berkata , " Ya Bilal, dengan apa kamu mendahuluiku masuk syurga ? Aku mendengar gemerisikmu didepanku. Aku ditiap malam mendengar gemerisikmu." Jawab Bilal "Aku setiap berhadats langsung berwudhu dan sholat dua raka`at." Sabda Nabi S.A.W," Ya, dengan itu ".
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

abu UbaIdaH Bin ZarRah

Tubuhnya kurus tinggi dan berjenggot tipis. Beliau termasuk orang yang pertama masuk Islam. Kualitasnya dapat kita ketahui melalui sabda Nabi SAW :"Sesungguhnya setiap ummat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan ummat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah."
Kehidupan beliau tidak jauh berbeda dengan kebanyakan sahabat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Dien Islam. Hal itu tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian beliau balik kembali untuk menyeertai perjuangan Rasulullah SAW , mengikuti setiap peperangan sejak perang Badar.

Pada saat perang Uhud, lagi-lagi Abu Ubaidah menunjukkan kualitas keimanannya. Dalam kecamuk perang yang begitu dasyat, ia melihat ayahnya dalam barisan kaum musyrikin. Dan melihat kepongahan ayahnya, tanpa ragu lagi, ia mengayunkan pedangnya untuk menghabisi salah satu gembong Quraisy yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Masih dalam perang Uhud, ketika pasukan muslimin kocar-kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justru Abu Ubaidah berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takur sedikitpun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabinya terluka, yaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau, segera ia berupaya mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi SAW .

Abu Ubaidah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itupun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah SAW . Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah SAW hingga terlepas. Dan kali inipun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak terperikan.

Sisi lain dari kehebatan sahabat yang satu ini adalah kezuhudannya. Ketika kekuasaan Islam telah meluas dan kekhalifahan dipimpin Umar r.a, Abu Ubaidah menjadi pemimpin didaerah Syria`. Saat Umar mengadakan kunjungan dan singgah dirumahnya, tak terlihat sesuatupun oleh Umar r.a kecuali pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Umarpun lantas berujar,"Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya ?" Beliau menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan."

Lelaki mulia ini wafat ketika terjadi wabah penyakit tho`un di Syam. Selamat atasmu wahai Abu Ubaidah, semoga kami bisa meneladani perilakumu. Wallahu a`lam.
( Adaptasi dari Shifatu Shofwah : I/154 dll )
( Disarikan dari Shifatush Shofwah, Ibnu Jauzi dan Qishhshu An-Nisa Fi Al Qur`an Al-Karim, Jabir Asyyaal )
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

UmmU saLamAh

Lembaran sejarah hijrah Ummat Islam ke Madinah, barangkali tidak bisa melupakan torehan tinta seorang ibu dengan putrinya yang masih balita.
Keduanya, hanya dengan mengendarai unta dan tidak ada seorang lelakipun yang menemaninya, meski kemudian ditengah jalan ada orang yang iba dan kemudian mengantarnya, berani menembus kegelapan malam, melewati teriknya siang dan melawan ganasnya padang sahara, mengarungi perjalanan yang amat panjang dan melelahkan, kurang lebih 400 km. Dialah Salamah dan ibunya, Hindun bin Abi Umayyah atau sejarah lebih sering menyebutnya dengan Ummu Salamah.

Ummu Salamah adalah putri dari pemuka kaum kaya dibani Mughirah, Abi Umayyah. Parasnya jelita dan ia adalah seorang yang cerdas. Setelah menginjak usia remaja ia dinikahkan dengan Abdullah bin Abdul Asad Al-Makhzumi. Lalu keduanya berkat hidayah Allah SWT menyatakan keislamannya.
Ketika kaum Muslimin berhijrah keMadinah, keduanya ikut pula didalamnya, meski tidak dalam waktu yang bersamaan. Abdullah (Abu Salamah) berangkat terlebih dahulu, setelah itu Ummu Salamah menyusul seorang diri dengan anaknya. Lalu mulailah mereka berdua menjalani kehidupannya bersama anak-anaknya dikota Madinah tercinta.

Tapi tak lama kemudian Abu Salamah akibat luka yang dideritanya semenjak perang Uhud meninggal dunia. Akhirnya Ummu Salamahpun seorang diri mengasuh dan mendidik anak-anaknya.Kemudian datanglah Abu Bakar r.a untuk melamarnya, juga Umar bin Khattab r.a. Namun dengan lemah lembut kedua lamaran tersebut ia kembalikan.
Setelah itu datang pula utusan Rasulullah SAW untuk meminangnya. Ummu Salamahpun menolaknya dengan berbagai pertimbangan. Namun setelah mendapat penjelasan dari Rasulullah SAW akhirnya ia menerima lamaran tersebut.

Diantara para istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah adalah istri yang tertua. Dan untuk menghormatinya, Rasulullah SAW sebagaimana kebiasaannya sehabis sholat Ashar, beliau mengunjungi istri-istrinya maka beliau memulainya dengan Ummu Salamah r.a dan mengakhirinya dengan Aisyah r.a
Ummu Salamah wafat pada usia 84 th, bulan Dzul-Qo`dah,tahun 59 Hijrah atau 62 Hijrah dan dikebumikan diBaqi`. Wallahu a`lam bish-Showab.
( Diolah dari Shifatus Shofwah, Ibnu Jauzi;Min `Alamin Nisa;M.Quthb,dll)

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia